‘Rajutan Kenangan Putih Abu SMANSA 80, Abadi di Balik Kerutan Waktu’

- 27 April 2025 18:35 105 Dilihat
Hangatnya Kebersamaan Reuni Alumni SMANSA 1980 di Talaga Majalengka, Sabtu (26/4) (Potret : Jilly Ortega/Potret : Jilly Ortega)
MAJALENGKA, PUSTAKAWARTA.COM - Di bawah langit Talaga yang seakan merangkul dalam kehangatan abadi, di sudut sebuah rumah yang beraroma kenangan dan tawa masa lalu, puluhan alumni SMAN 1 Majalengka Angkatan 1980 kembali bertemu. Dalam pelukan waktu yang tak pernah benar-benar memudar, mereka menggenggam erat fragmen-fragmen masa muda, seolah ingin menahan waktu agar tak berlalu lagi.
Wajah-wajah yang dulu bersinar polos dalam seragam putih abu-abu kini diwarnai oleh kerutan pengalaman hidup. Namun sorot mata mereka masih sama, menyalakan api kehangatan yang tak pernah padam, sebuah bukti bahwa persahabatan sejati mampu menembus jarak, usia, bahkan dimensi zaman.
Mengawali perjumpaan sakral itu, Teddy Malik Insani, Ketua Alumni SMANSA 80, berdiri dengan suara bergetar, menggambarkan betapa erat dan tulusnya ikatan mereka yang telah teruji puluhan tahun. Kata-katanya terbang bersama angin Talaga, membawa semua yang hadir pada lorong-lorong nostalgia.
“Setelah keluar dari SMA itu ada ikatan emosional antar sesama alumni 80, rasa kangen inget zaman dulu SMA. Awalnya kami kumpulkan perlahan lewat grup WhatsApp, karena sudah tersebar dari Surabaya, Papua, Kediri, Kalimantan, Sumatera, lalu perlahan membentuk grup alumni 80, tujuannya silaturahmi walaupun tidak selalu bertemu langsung,” tutur Teddy, dengan nada yang sarat kehangatan masa lalu.
Di tengah gemuruh tawa dan cerita yang mengalir tanpa henti, Kang Nana Ichsan, sang tuan rumah reuni membuka kembali lembaran masa mudanya yang begitu polos dan murni. Dengan mata berbinar, ia menghidupkan kembali suasana riang tahun 1980 yang kini hanya bisa disentuh lewat kenangan.
“Kembali ke tahun 80, waktu itu yang laki masih ganteng-ganteng culun-culun, yang perempuan sudah cantik-cantik. Kita enjoy saja, karena satu generasi satu suasana kita bagaimana kehidupan waktu lalu waktu kita di SMA putih abu,” ujarnya, seolah mengajak semua kembali menyusuri lorong sekolah yang dipenuhi tawa riang dan semangat tak berbatas.
Suara Kang Nana kemudian bergetar, menahan gelombang emosi yang datang tanpa permisi.
“Rasanya kalo inget masa lalu, segalanya waktu itu sangat indah tidak ada salah satu semuanya sangat berkesan, semua berkesan,” tambahnya, membuat ruangan seolah membeku dalam keheningan yang penuh syukur.
Di sisi lain, Iman Pramudia Subagja, sosok yang pernah berdiri kokoh dalam dunia pemerintahan Majalengka turut menumpahkan kebahagiaannya, seakan setiap detik pertemuan itu adalah anugerah yang tak ternilai.
“Perasaan saya jujur ya saya sangat berbahagia, bisa bertemu muka bertatap wajah dengan teman-teman saya sampai dari luar Jawa pun datang ke sini untuk bertemu bersama-sama setelah sekian lama. Saya lihat reuni kali ini banyak sharing berbagai pengalaman, diri sendiri, keluarga atau yang lainnya,” ungkap Iman, menggambarkan betapa dalam rindu itu bertumbuh, mekar, dan kini bersemi.
Namun waktu dalam kebijaksanaannya juga menyulam perubahan. Iman menuturkan dengan jujur realita yang tak bisa dielakkan.
"Ya jelas ada perbedaan lah, karena ini dulu ada yang tidak pernah tidak hadir, sekarang saya sudah tidak tahu. Tidak mengenal lagi ini siapa gitu, banyak yang lupa," ucapnya, menghadirkan hening penuh permenungan tentang perjalanan panjang kehidupan.
Dalam rona sukacita itu, hadir pula Elis Nadiawati, sosok yang dengan semangat mudanya tak pernah pudar, membawa tawa dan gerak penuh keceriaan.
“Alhamdulillah seru semua teman-teman bahagia, apalagi seusia saya, ya lansia. Lansia itu motonya semangat sehat bahagia ceria, kebetulan punya wadah disini pengurus pengurusnya ya ituya familiar, apalagi yang tuan rumah sangat mengasikan,” katanya sambil tertawa lepas, seolah menegaskan bahwa jiwa muda adalah abadi, tak tunduk pada usia.
Saat ditanya tentang momen paling menyentuh, Elis kembali dengan senyum cerah,
“Ada, jogetnya itu. Makanya tadi saya ga berhenti joget.”
Sementara itu, tentang sosoknya di masa SMA, Elis mengungkap dengan penuh kenangan.
"Berambut panjang, aktif di OSIS tapi jadi anggota."
Pendidikan Masa Lalu 'Pilar Kejujuran yang Kini Dirindukan'
Di balik canda tawa, reuni ini juga menjadi ruang refleksi yang dalam tentang dunia pendidikan yang telah berubah arah seiring zaman. Di tengah derasnya arus teknologi dan modernisasi, kenangan mereka tentang masa-masa sederhana penuh kejujuran terasa seperti permata yang kini mulai langka.
Kang Nana, dengan suara berat berbalut kerinduan, membandingkan dunia pendidikan dulu dan kini.
"Kalau zaman saya gondrong itu legal, sekarang nggak. Dulu seragam cutbray, sekarang pensil. Pendidikan dulu lebih mengedepankan kejujuran dan sportivitas. Yang layak lulus ya lulus, yang tidak layak ya tidak,"
“rasanya bisa menyimpulkan bahwa dulu itu lebih mengedepankan pendidkan dibanding proses belajar mengajar.”ujarnya, menancapkan pesan kuat tentang nilai-nilai luhur yang kini mulai samar.
Iman Pramudia Subagja menambahkan gambaran nyata tentang perjuangan keras di masa lalu, saat teknologi masih sebatas mimpi.
“Dulu itu belajar manual, otodidak, tanpa teknologi informasi seperti sekarang. Sekarang serba digital, peluang untuk belajar lebih luas asalkan ada kemauan,” tuturnya, mengingatkan bahwa semangat sejati lah yang menjadi kunci keberhasilan, bukan sekadar kemudahan fasilitas.
Dengan kepedulian yang tak bisa disembunyikan, Elis Nadiawati berbicara tentang perubahan dalam hubungan antar generasi:
"Kalau dulu ke orang tua itu takut, sekarang malah orang tua takut ke anak. Tapi saya tetap optimis anak-anak dari keluarga yang baik akan tumbuh dengan sopan santun," ujarnya, seolah melempar harapan ke langit agar tetap bergema dalam jiwa generasi muda.
Dari Nostalgia Menuju Aksi 'Cinta Abadi untuk Majalengka'
Di balik gemuruh kenangan, tersimpan tekad tulus untuk terus memberi makna bagi tanah kelahiran tercinta, Majalengka. Reuni ini bukan sekadar mengenang, tapi juga menyalakan kembali api semangat untuk berbuat sesuatu, sekecil apapun, bagi kampung halaman.
Teddy Malik Insani menyatakan dengan suara penuh harap,
"Tujuan besarnya adalah memberikan kontribusi, minimal membawa berkah untuk Kabupaten Majalengka. Baik lewat masukan langsung kepada Bupati, atau lewat media sosial dan pemikiran-pemikiran," ungkapnya.
"Saya kira kalau secara individu usia kita sudah cukup, angkatan 80 mah ya, kita mah mungkin secara moral aja lah, tidak ingin membawa sesuatu hal yang lebih besar. Kita mah dengan spirit mendoakan, ikut menyokong, membantu kalau kita diperlukan oleh pimpinan daerah." Tambahnya Penuh rendah hati.
Mereka pun menyampaikan sejumlah aspirasi nyata, dari perbaikan infrastruktur pedesaan hingga pelayanan kesehatan di kampung-kampung terpencil.
"Semoga bisa membenahi infrastruktur terutama di pedesaan, lalu PJU diperhatikan, lalu pelayanan kepada masyarakat terutama di kampung-kampung, seperti keterlambatan pelayanan kesehatan, tolong diperhatikan," pinta Teddy, membawa suara rakyat kecil kepada yang berwenang.
Iman Pramudia Subagja pun tak ketinggalan, membuka jalan selebar-lebarnya bagi kontribusi nyata alumni.
"Kalau teman-teman ingin berkiprah lagi di Majalengka, saya siap fasilitasi, menyambungkan dengan dinas-dinas teknis, karena potensi Majalengka luar biasa, tinggal konektivitas saja," katanya.
"Semisal sekolah mau mendirikan sekolah ya mangga, sebab itu ya masih terbuka. Saya sampaikan kepada teman-teman semuanya, terutama yang di luar Majalengka, saya siap fasilitasi semuanya," tambahnya penuh optimisme.
Menutup momen berharga ini, Kang Nana dengan bijak mengingatkan makna terdalam dari persahabatan.
"Sebuah alumnus pertemanan itu harus dibangun secara alami, bukan oleh kekuatan organisasi. Kalau tidak alami, orang akan bertanya 'dapat apa sih?' dengan kumpul-kumpul ini. Tapi buat kita, senang itu sudah cukup," tuturnya, menyentuh sanubari semua yang hadir.
Pesan untuk Generasi Muda
Di akhir pertemuan yang sarat makna ini, para senior memberikan wejangan penuh hikmah.
"Intinya adalah kita sampaikan kita ini bersaing, prinsipnya adalah persaingan maka bersaing lah dengan jujur, jadilah kita seorang petarung maka jalanilah pendidikan ini dengan sangat jujur. Ya kita kadang khawatir tapi bagaimana lagi anak muda sekarang menyikapi, kan ini sistem Pendidikan yang menurut saya sekarang itu sudah melanggar konsep konsep pendidikan dimana bahwa setiap anak harus diluluskan harus naik kelas, tapi dalam konsep pendidikan semua orang berhak mendapat Pendidikan, tetapi tidak semua orang berhak mendapat kelulusan," pesan Kang Nana.
"Mudah mudahan anak anak muda sekarang itu mengenal sopan santun dan adab terhadap seangkatannya, adik kelasnya, kaka kelasnya dan terutama kepada orang tuanya," kata Elis Nadiawati penuh harap.
"Kalau dulu ga seperti sekarang teknologi informasi. Kalau dulu itu belajar terkesan otodidak, berhadap-hadapan, ga ada kesempatan untuk menjaring informasi dari luar karena pada saat itu ga ada teknologi informasi kaya HP sekarang. Dulu secara umum tingkat kemampuan siswa juga berbeda dengan sekarang. Jadi gunakanlah teknologi secara bijaksana," pesan Iman Pramudia Subagja, penuh kebijaksanaan.
Harapan Ketua Alumni
Menutup reuni penuh cinta ini, Teddy Malik Insani menyampaikan harapannya yang menggetarkan hati.
"Harapannya makin kompak guyub dan kita punya tiga kekuatan satu rasa, satu hati, satu jiwa." Tutup Teddy Malik Insani. (Jilly Ortega)
Bagikan Berita
Untuk Menambahkan Ulasan Berita, Anda Harus Login Terlebih Dahulu