Hardiknas Tak Cukup Dirayakan, Seminar Pemuda PUI Kupas Masalah Pendidikan Majalengka

- 03 Mei 2025 13:28 108 Dilihat
Seminar Pendidikan Pemuda PUI di Kampus STAI Majalengka, (2/5) (Potret : Tangkapan Layar/Pustakawarta.com)
Majalengka, Pustakawarta.com - Alih-alih larut dalam euforia perayaan Hari Pendidikan Nasional, Pemuda Persatuan Ummat Islam (PUI) menjadikan momen ini sebagai panggung kritis untuk menyuarakan keresahan mendalam terhadap kondisi pendidikan di Kabupaten Majalengka.
Pada Jumat pagi (2/5), Pemuda PUI menggelar seminar pendidikan yang menghadirkan puluhan pendidik dan mahasiswa dari berbagai wilayah di Majalengka.
Kegiatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi menjadi ajang penting untuk membedah persoalan pendidikan yang selama ini dinilai luput dari perhatian serius pemangku kebijakan.
Ketua Pemuda PUI, Muhammad Ma’sum, menegaskan bahwa forum ini adalah bentuk nyata komitmen membuka ruang dialog yang inklusif dan aspiratif bagi para pelaku pendidikan.
"Ruang ini sebagai ajang kesempatan untuk para peserta agar bisa berdiskusi dengan narasumber-narasumber hebat. Sehingga bisa memberikan jawaban-jawaban atas keresahan-keresahan terhadap dunia pendidikan di Kabupaten Majalengka," ungkapnya kepada pustakawarta.
Tiga Isu Utama Dunia Pendidikan Majalengka
Dalam diskusi yang berlangsung intens tersebut, mengemuka tiga isu utama yang menjadi fokus pembahasan :
1. Lemahnya Peran Pemerintah Daerah
Pemerintah dinilai belum optimal dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah. Hal ini berdampak pada stagnasi kualitas layanan pendidikan dasar hingga menengah.
2. Sinkronisasi Kecerdasan Intelektual dan Emosional
Para peserta menyuarakan pentingnya integrasi antara kecerdasan otak dan hati dalam proses belajar-mengajar, guna membentuk karakter siswa yang berakhlak mulia.
"Yang dibahas itu satu terkait peran pemerintah dalam peningkatan atau optimalisasi pendidikan di Kabupaten Majalengka. Yang kedua bagaimana pada akhirnya pendidik ini harus mensinkronkan antara kecerdasan otak dan hati bagaimana agar bisa memberikan optimalisasi kepada anak didik khususnya terkait attitude sehingga hal itu harus didiskusikan bersama," lanjut Ma’sum.
3. Masih Rendahnya Kesejahteraan Pendidik
Isu klasik tentang rendahnya kesejahteraan guru kembali mencuat. Banyak guru di Majalengka masih menerima upah di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK), kondisi yang jauh dari layak mengingat peran mereka sebagai garda depan pendidikan.
"Dan yang ketiga bagaimana kita mencari solusi atas persoalan-persoalan pendidikan yang ada di Kabupaten Majalengka, salah satunya tentang kesejahteraan para pendidik itu sendiri."
"Itu kan menjadi persoalan kita bersama, bukan hanya persoalan individu tetapi kita harus mencarikan solusi atas persoalan mereka yang sedang alami," tambahnya.
Evaluasi Penyelenggaraan dan Ketimpangan Perhatian Pendidikan Islam
Suasana diskusi kian menghangat ketika anggota DPRD Komisi IV, Muh. Fajar Shidiq, turut memberikan pandangan. Ia mempertanyakan efektivitas anggaran pendidikan yang selama ini digelontorkan, tetapi tidak berdampak signifikan pada peningkatan rata-rata lama sekolah.
"Jadi kenaikan kita di rata-rata lama sekolah itu peningkatannya sangat tipis, padahal anggaran pendidikan kita cukup besar."
"Ini yang tentunya butuh evaluasi kita bersama, apa evaluasi kita bersama terkait dengan tata kelola penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Majalengka," tegasnya.
Fajar juga menyinggung masih rendahnya perhatian pemerintah daerah terhadap lembaga pendidikan Islam. Minimnya alokasi anggaran yang menunjukkan indikasi lemahnya keberpihakan terhadap pembangunan moral dan karakter peserta didik.
"Selama ini saya ingin mengkonfirmasi, ada enggak kebijakan pemerintah daerah terutama anggaran yang masuk kepada lembaga-lembaga itu di luar Kementerian Agama." Tegas Fajar.
Ia mengungkap bahwa secara regulatif, belum ditemukan dasar hukum daerah yang menjamin pengembangan pendidikan Islam di Majalengka.
"Makanya saya semalam crochek di berbagai literasi saya belum menemukan regulasi kita pemerintah daerah yang mengatur itu, yang mengatur lembaga-lembaga pendidikan Islam, nah ini kan saya mau cari catolannya ketemu enggak dimana nih undang-undang mana."
"Peraturan gubernurnya ada tapi peraturan bupatinya ngga ada, mudah-mudahan nanti kita dorong agar pemerintah daerah berkolaborasi dengan Kemenag untuk mencarikan solusi kehadiran pemerintah daerahnya di titik mana," tambahnya.
Janji Insentif bagi Guru Non-ASN dari Bupati
Dalam kesempatan terpisah saat peringatan Hari Pendidikan Nasional 2025 di GGM Majalengka yang berlangsung semarak, Bupati Eman Suherman mengumumkan wacana pemberian insentif kepada guru non-ASN yang belum tersertifikasi.
"Insentif ini kan janji politik saya waktu kampanye dulu, guru kan merasa kehilangan karena insentif tidak ada," kata Eman seusai menjadi pembina upacara.
Menurut Eman, insentif tersebut akan dimasukkan dalam program penguatan kapasitas tenaga pendidik melalui APBD. Namun, detail teknis dan penerima manfaatnya masih belum dijelaskan secara pasti.
"Apakah nanti ditempelkan di mana, berbentuk apa, yang jelas kuncinya adalah pengakuan. Sebenarnya mereka juga sudah dapat TPP, makanya saya kemarin nomenklaturnya penguatan kapasitas tenaga pendidik."
"Lumayan (nilainya), tahun ini realisasinya," ujarnya singkat.
Harapan Baru dari Momentum Hardiknas
Di tengah tantangan dan problematika pendidikan yang kompleks, Hari Pendidikan Nasional menjadi momen reflektif bagi semua pihak.
Masyarakat, khususnya peserta didik, berharap agar momen ini tidak hanya berhenti pada perayaan, tetapi mampu mendorong kolaborasi nyata dalam membenahi pendidikan secara menyeluruh.
Kesejahteraan guru diyakini harus menjadi pijakan utama dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa serta membangun masa depan generasi Majalengka yang lebih baik. (Jilly Ortega).
Bagikan Berita
Untuk Menambahkan Ulasan Berita, Anda Harus Login Terlebih Dahulu